Monday, January 21, 2008

ADMINISTRASI KXG - JLG DAN KEMISKINAN MULTIDIMENSIONAL

Suara Timor Lorosae
Edition: 15 January 2008
ADMINISTRASI KXG - JLG DAN KEMISKINAN MULTIDIMENSIONAL
“Development Administration refers not only to a government’s effort to carry out programs designed to meet their developmental objectives, but also to the struggle to enlarge a government’s capacity to engage in such programs.” (Fred W Riggs)
SELAMAT datang Perdana Menteri Kayrala Xanana Gusmao dan Wakil Perdana Menteri Dr. Jose Luis Guterres (KXG – JLG) di tahun 2008. Masyarakat Timor Leste sedang bersiap siap untuk menunggu berputarnya jarung jam perubahan, hal ini mau tidak mau cuka atu tidak cuka kita harus mengakui keberhasilan melakukan pemilihan umum pertama dalam kurun waktu enam bulan adalah prestasi demokrasi bangsa Timor Leste di mata dunia yang bernunasa multi partidarismo. Sementara waktu di tengah-tengah kesibukan Pemerintahan Aliansi Maioritas Parlement (AMP), telah menyetuji anggaran belanja negara (Orsamento Geral do Estado-OGE) demi kepetingan negara dan masyarakat yang baru berumur 5 tahun merdeka, Komunitas Timor Leste-pun sedang antrian menanti-nantikan anggaran pembangunan untuk periode 2008 keberhasilan itu.

BENARKAH keberhasilan itu harus dipahami sebagai awal untuk menata kembali strategi pembangunan bangsa dan negara? Bukan sebaliknya, hanya diisi pembagian kekuasaan, maksimalisasi kepentingan elite dan kelompok, ungkapan politis dan plastis yang hanya membingungkan masyarakat.

DALAM konteks ini ada yang selalu terlupakan oleh elit politik pemimpin bangsa Timor Leste lebih-lebih para generasi tahun 75" tentang pentingnya administrasi pembangunan (development administration) dan pembangunan administrasi (administrative development) dalam menata strategi pembangunan. Bahkan, peran administrasi pembangunan dan pembangunan administrasi dapat dikatakan termarjinalisasi oleh prioritas pembangunan ekonomi, hukum, sosial, dan politik.

Tesis ini yang akan saya bangun. Salah satu penyebab tidak optimal-atau mungkin gagalnya-pembangunan bangsa adalah pengabaian peran administrasi untuk pembangunan dan pembangunan dalam bidang administrasi. Hal mana yang menyebabkan tingginya bureaupathology dalam birokrasi Timor Leste (TL) yang tercermin melalui tingginya kleptokrasi dan rendahnya sensitivitas serta kapasitas aparatur negara dalam pembangunan dan kebutuhan pelayanan masyarakat.

KEKUATAN negara-negara demokrasi modern selalu terletak pada sistem administrasi negaranya. Karena itu, kita mengenal istilah “Reagen’s Administration” atau juga Thatcher’s Administration. Hal ini sekadar menunjukkan, sistem pemerintahan yang kuat dicerminkan sistem administrasi negara yang juga harus kuat. Bahkan kelahiran new public administration dalam studi-studi administrative sciences amat diwarnai perkembangan dan dinamika reformasi administrasi (mudansa administração) yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan di Inggris. Konsep-konsep pemerintahan baru, seperti slimming state, reinventing government, debureaucratization, deregulation, dan privatization, dilahirkan oleh upaya-upaya untuk menjadikan administrasi negara kian efisien dan efektif dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan kepada publik, pembangunan bangsa secara keseluruhan.

KETIADAAN paradigma tentang peran, kedudukan, dan fungsi administrasi negara dalam pembangunan ini juga menjadi penyebab reformasi birokrasi di Timor Leste baru tidak memiliki visi, kehilangan roh, dan berjalan amat sporadis. Hingga kini tidak terlihat bentuk atau grand design yang diinginkan dalam rangka perubahan birokrasi, tidak ada kemauan politik dari pemerintah. Semua bentuk perubahan yang dijalankan di negara lain diadopsi tanpa tujuan yang terkait dan terintegrasi.

HASILNYA mudah dilihat. Angka korupsi tetap tinggi. Hasil survei Transparency International (TI) menempatkan Indonesia pada peringkat ke-122 dari 133 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi. Dengan Indeks Persepsi Korupsi 1,9, posisi Indonesia di bawah Malaysia (5,2), Filipina (2,5), Vietnam (2,4), dan Papua Niugini (2,1). Dan Negara baru Timor Leste diancar-ancar akan menjadi peringkat korupsi pertama atu kedua dari dan seperti negara-negara tersebut di atas mengingat penanganan korupsi di Negara baru ini tidak serius untuk menyelesaikannya dan selalu dengan pendekatan politik seperti terjadi di RTTL, Kementerian Kesehatan, dan Kepolisian Negara. Hal ini Tidak diantisipasi serius maka akan terjadi Peringkat itu menunjukkan masih jauhnya Timor Leste dari cita-cita good governance sekaligus mengindikasikan kegagalan reformasi administratif Nasional (Mudansa Administrativa Nasional) untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

KEPERCAYAAN pemerintah terhadap peran sentral administrasi negara dalam pembangunan di negara ini dapat dikatakan masih amat rendah terburuk. Pembangunan di semua sektor, baik ekonomi, politik, sosial, hukum, maupun pertahanan dan keamanan seakan-akan terlepas dan tidak beraras dari bingkai mesinnya, yaitu birokrasi. Mungkin ini yang membedakan Timor Leste dengan negara-negara demokrasi modern. Administrasi negara belum dipahami utuh baik sebagai (1) government’s effort to carry out programs designed to meet their developmental objectives maupun (2) the struggle to enlarge a government’s capacity to engage in such program. Ketidak pahaman terhadap peran dan fungsi administrasi dalam pembangunan menyebabkan tidak saja gagalnya program pembangunan, tetapi juga marjinalisasi peningkatan kapasitas administrasi negara sebagai agen pembangunan.

TAK ada lain yang diharapkan masyarakat Timor Leste (Sosiedade Timor Leste) pasca pemilu 2007 adalah pemerintahan yang katanya kuat, yang berpihak kepada keadilan dan kesejahteraan rakyat. Inilah momentum untuk mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah AMP pimpinan Kayrala Xanana Gusmao dan Jose Luis Guterres (Pemerintahan IV Governu Konstituisional). Dan ini hanya dapat tercipta jika pemerintah yang berkuasa didukung administrasi negara yang kuat. Kita akan mendambakan “Xanana Administration”, seperti rakyat AS pernah memberikan kepercayaan dan bangga kepada “Reagen’s Administration”, juga rakyat Inggris kepada “Thatcher’s Administration” mari kita nantikan usaha itu.

TIDAK ADA lain yang dibutuhkan kecuali komitmen dan kesungguhan para pemimpin nasional, termasuk presiden dan Parlamen Nasional. Ada dua arah yang harus dituju oleh komitmen nasional dalam menciptakan pemerintahan yang kuat dan berwibawa. Pertama, komitmen untuk mereformasi dan mereposisi peran administrasi negara (= birokrasi) dalam pembangunan. Kedua, komitmen untuk menegakkan hukum bagi tiap pelanggaran birokratis, mulai dari mal-administrasi, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kedua komitmen ini harus diberikan tidak saja oleh pemerintah, dan terutama Perdana Menteri sebagai kepala Pemerintahan (Chefe Governo), tetapi juga oleh lembaga-lembaga negara lainnya, Parlament, Prokurador Geral, dan PDHJ termasuk kepresidenan.

UNTUK itu perlu harus dilakukan sejumlah langkah strategis. Pertama harus dirumuskan arah pertumbuhan dan perkembangan (direction of growth) yang dikehendaki terhadap reposisi peran administrasi negara dalam pembangunan. Ini menyangkut perubahan dalam cara pandang, paradigma pemerintahan Aliansi Maioritas Parlamet (AMP) Pimpinan Kayrala Xanan Gusmao dan Jose Luis Guterres (KXG-JLG). Dalam pandangan saya, administrasi negara harus berperan sebagai pusat motor pembangunan dalam semua sektor. Karena itu, strategi pembangunan nasional tidak boleh hanya berisi indikator keberhasilan pembangunan sektoral, tetapi tiap sektor harus memiliki indikator keberhasilan peningkatan kapasitas administrasi sebagai penggerak pembangunan. Dengan kata lain, administrasi negara adalah cross cutting sector yang ada di semua sektor pembangunan.

Kedua, harus ada perubahan sistem (system change) yang memaksa setiap aparatur negara dan masyarakat tunduk pada ketentuan baru. Hal ini dimaksudkan sebagai garis potong tradisi birokrasi yang korup, tidak sensitif, dan tidak kapabel. Ketiga, arah pertumbuhan serta perubahan sistem itu harus merupakan proses yang direncanakan dan dikehendaki (planned and intended). Reformasi birokrasi bukanlah uji coba, trial and error, tetapi sebuah hasil dan proses yang terencana.

Amat diharapkan, Kayrala Xanana Gusmao dan Jose Luis Guterres (KXG dan JLG) mampukah menciptakan pembangunan yang terarah melalui perubahan sistem yang terencana (planned directional growth with system change), bukan sebaliknya, pembangunan yang mengarah static society: no plans, no change.

Memberantas Kemiskinan Merupakan Masalah Multidimensional

TIMOR LESTE adalah salah satu negara yang masih termasuk ‘negara “baru” di Asia pasifik. Ada anggapan bahwa negara “baru” ini sedang ‘diidentik dengan ‘kemiskinan’. Jadi, apabila ada negara yang masih termasuk kategori “baru merdeka” maka negara tersebut mengandung kemiskinan dimana-mana, baik di kota maupun di Suco. ‘Kemiskinan’ tidak memilih-memilih tempat dia mau “hinggap”, tidak peduli kota besar atau desa terpencil, sebagi contoh di kota Dili. Kota Dili adalah ibu kota negara Timor Leste yang menjadi pusat bisnis, pusat perdagangan, pusat tempat hiburan dan lain sebagainya yang berarti pusat perkonomian Timor Leste, pusat pemerintahan dan tempat keluar-masuknya uang.

KITA dapat melihat di setiap distrik-distrik pasti ada distrik yang perumahannya kumuh, berhimpitan satu dengan yang lain, atau pula ada penduduk yang mendirikan rumah ala kadamya di atas gunung matebian dan ramelau dan masih banyak lagi keadaan yang dapat menggambarkan ‘masyarakat miskin pedesaan’.

HAL ini dari berbagai ahli diintikan dengan kemiskinan yang merupakan masalah multidimensi yang ditandai oleh berbagai permasalahan seperti antara lain rendahnya kualitas hidup rata-rata penduduk, pendidikan, kesehatan, gizi anak-anak, dan air minum. Gambaran umum mengenai kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari Indeks Kemiskinan Manusia yang pada tahun 2001 diperkirakan sebesar 41%. Kondisi ini masih dipertahankan sampai sekrang namum selama lima tahun pertama muncul berbagai kampanye politika para petinggi negara ini namum indeks sebesar itu belum adanya perubahan.

INDEKS KEMISKINAN Manusia (Human Poverty Index, HPI) Persentase Penduduk Tanpa Akses Air Minum, Persentase Penduduk Hidup Sampai Umur 60 Tahun, Persentase Penduduk Tanpa Akses Pelayanan Kesehatan, Persentase Penduduk Dewasa Buta Huruf, Persentase Anak-anak Berberat Badan Parah dan Sedang. Masih buruknya kondisi kemiskinan secara umum merupakan dampak dari ketidak jelasan dari berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan selama lima tahun oleh Pemerintahan Fretilin. Bagaimana lima tahun kedepan kita menantikan untuk Pemerintahan Alinasi Maioritas Parlamen (AMP)! Mapukah Pemerintahan AMP untuk membrantaskan belenggu kemiskinan di Timor Leste? Semu itu adalah suatu proses, namum arah sasaran dan strategisnya harus jelas.

HASIL DARI berbagai program pembangunan antara lain adalah bahwa sampai dengan akhir tahun 2007, penduduk yang hidup sampai umur 60 tahun tercatat sebesar 20%.

Sementara itu, pada waktu yang sama, tingkat buta huruf penduduk dewasa ini tercatat masih sebesar 30,53%, penduduk yang tidak mempunyai akses ke air minum sebesar 22,0%, penduduk yang tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan sebesar 25,48%, dan penduduk anak-anak yang berberat badan di bawah normal mencapai 26,0%. Berdasarkan perkembangan garis kemiskinan, lebih lanjut, jumlah penduduk miskin pada akhir tahun 2007 diperkirakan belum adanya satu indikator dari jumlah penduduk Timor Leste.

PADA TAHUN 2006, dalam pidato politik para petinggi dalam rangka penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas pembangunan dengan target pengurangan penduduk miskin belum nampak dan terlihat hal ini hanyalah sebagai kompromisi politik belaka.

Namun target tersebut sulit dicapai mengingat kenaikan pajak dan sembilan bahan pokok yang terjadi 2 kali selama tahun 2005-2006 rata-rata lebih dari 50 persen. Kenaikan tersebut telah memicu melambungnya tingkat inflasi hingga mencapai 17,03 persen pada bulan Maret 2006 sehingga menambah beban hidup terutama masyarakat miskin.

Meningkatnya harga beras yang cukup besar pada bulan oktober 2007 diperkirakan juga akan mengurangi laju pengurangan penduduk miskin. Dengan demikian, target penurunan persentase penduduk miskin yang semula ditargetkan sulit untuk mencapai mengingat indikator dan model yang dipergunakan oleh pemerintah baik pemerintahan Fretilin maupun Pemerintahan AMP indikatornya pemberantasan kemiskinan tidak jelas.

KATA MISKIN sebenarnya mengandung makna keterperdayaan atau ketidakmampuan atau kesenjangan (gap) antara kebutuhan dengan tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan tersebut, yang mengakibatkan orang/masyarakat tersebut termarjinalkan dalam segala hal. Menurut saya sebagai pemerhati kemiskinan, kemiskinan dapat dikelompokan ke dalam 5 bentuk, yaitu :

1)Kemiskinan Moralitas, yaitu runtuhnya nilai moral di Timor Leste akan sebagai faktor penyebab utama dalam penyelenggaraan pembanguan nasional.

2)Kemiskinan absolut yaitu tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum (pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan);

3)Kemiskinan relatif adalah kondisi dimana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, jika dibandingkan dengan pendapatan masyarakat sekitarnya;

4)Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan;

5)Kemiskinan kultural adalah mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.

DI SAMPING hal di atas, saat ini Direção Nasional Estatistica (DNE) Kememterian Keuangan dan Perencanaan Pembangunan Nasional belum membuat suatu estimatisi klasifikasi kemiskinan ke dalam tiga kategori kelompok yang pendekatannya terhadap “rumah tangga miskin (RTM)”, yaitu : 1) hampir miskin; 2) miskin; dan 3) sangat miskin. Melihat beberapa teori pengelompokan kemiskinan tersebut sangat berpariatif dalam pendekatannya dan terlepas dari itu yang penting bagaimana meminimais tingkat kemiskinan.

Berdasarkan data terakhir BPS tingkat kemiskinan nasional (Timor Leste) per April 2001 sebesar 41 %. Data tersebut belum terlihat adanya perubahan kehidupan masyarakat di Timor Leste.

BERDASARKAN pelaksanan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan selama ini, maka permasalahan yang dihadapi pada tahun 2000 sampai 2007 ini adalah pada upaya menyamakan persepsi mengenai penanggulangan kemiskinan dan mensinergikan berbagai kebijakan dan program terkait dengan upaya penanggulangan kemiskinan, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah Timor Leste maupun UNDP, dan Lembaga Internasional, lembaga swadaya masyarakat dan parapihak lainnya.

Penyelesaian masalah di atas diharapkan dapat mempercepat upaya pengurangan jumlah penduduk miskin dan peningkatan kualitas hidup manusia di Timor Leste yang berada dalam kategori miskin.



Sasaran penanggulangan kemiskinan di tahun 2008-2012

SASARAN penanggulangan kemiskinan pada tahun 2008-2012 diharapkan: upaya untuk menguranginya penduduk miskin, meningkatnya askesibilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar terutama pendidikan, kesehatan dan prasarana dasar termasuk air minum dan sanitasi; upaya untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin terutama untuk pendidikan dan kesehatan, prasarana dasar khususnya air minum dan sanitasi, pelayanan kesehatan dan pendidikan dan kesejahteraan ibu, serta kecukupan pangan dan gizi; meningkatnya kualitas keluarga miskin; dan meningkatnya pendapatan dan kesempatan berusaha kelompok masyarakat miskin, termasuk penerbitan sertifikat tanah rumah tangga miskin, meningkatnya askes masyarakat miskin terhadap permodalan, bantuan teknis, dan berbagai sarana dan prasarana produksi. Apabila sasaran tersebut dapat tercapai, maka pada akhir tahun 2012 diharapkan Indeks Kemiskinan Manusia bisa menurun.



Bagaimana arah dan kebijakan pembangunan tahun 2008-2012 ?

UNTUK mencapai sasaran tersebut di atas, maka kebijakan penanggulangan kemiskinan pada tahun 2008-2012 perlu dengan segera dan harus diarahkan pada: Perluasan Akses Masyarakat Miskin Atas Pendidikan, Kesehatan dan Infrastruktur Dasar Perluasan akses masyarakat miskin atas pendidikan, kesehatan dan infrastruktur dasar meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut. Peningkatan akses dan kualitas pendidikan, meliputi: Penyediaan Dana Bantuan Subsidi Sekolah (PDBS) untuk SD, SDLB, SMP. SMA dan Sekolah Teknik Vokasional, penalokasian beasiswa kepada siswa-siswa dan mahasiswa yang berprestasi.



PENINGKATAN pelayanan kesehatan, meliputi, Pelayanan kesehatan penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya sebagai pendukung. Pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin di kelas III rumah sakit. Peningkatan sarana dan prasarana pelayana kesehatan dasar terutama di daerah terpencil, tertinggal. Peningkatan pelayanan kesehatan rujukan terutama untuk penanganan penyakit menular dan berpotensi wabah, pelayanan kesehatan ibu dan anak, gizi buruk dan pelayanan ke rawat daruratan. Pelatihan teknis bidan dn tenaga kesehatan untuk menunjang percepatan pencapaiannya.



PENINGKATAN sarana dan prasarana dasar bagi masyarakat miskin, meliputi: Pembangunan dan rehabilitasi perumahan nelayan dan perumahan rakyat; Pengembangan lembaga kredit mikro perumahan dan kegiatan; Pengembangan subsidi kepemilikan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah; Peningkatan kualitas kawasan kumuh, desa tradisional.



PEMBANGUNAN prasarana dan sarana permukiman di pulau atauro dan Otonomi Especial Oe-Cusse, kawasan terpencil di berbagai distrik Atasabe, Bobonaro Letefo, Hautubuilico termasuk desa-desa terletak di daerah pengunungan; Pembangunan prasarana dan sarana air minum melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat di berbagai lokasi /suco miskin, suco rawan air, suco pesisir, dan suco terpencil. Pengembangan program (uji coba) subsidi langsung tunai bersyarat, meliputi: Penyediaan Subsidi Langsung Tunai Bersyarat bidang pendidikan dan kesehatan kepada rumah tangga miskin di beberapa kabupaten percontohan; Penyediaan dukungan pembinaan peningkatan kesejahteraan bagi rumah tangga miskin.



PERLINDUNGAN SOSIAL, meliputi kegiatan prioritas sebagai berikut: Peningkatan perlindungan kepada keluarga miskin, termasuk perempuan dan anak, meliputi: Jaminan penyediaan pelayanan KB dan alat kontrasepsi bagi keluarga miskin; Peningkatan akses informasi dan pelayanan ketahanan keluarga serta fasilitasi pemberdayaan keluarga; Fasilitasi pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2). Peningkatan perlindungan kepada komunitas miskin, penyandang masalah sosial, dan korban bencana, meliputi: pemberdayaan sosial untuk masyarakat miskin; Pemberdayaan komunitas adat terpencil; Bantuan dan jaminan sosial untuk masyarakat rentan, termasuk korban bencana alam dan bencana sosial.



PENANGANAN masalah gizi kurang dan kerawanan pangan, meliputi: Perbaikan Gizi Masyarakat, dengan kegiatan prioritas: penanggulangan kurang energi protein (KEP), anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), kurang vitamin A, dan zat gizi mikro lainnya pada rumah tangga miskin. Peningkatan Ketahanan Pangan, dengan kegiatan prioritas: penyaluran beras bersubsidi untuk keluarga miskin.



PERLUASAN kesempatan berusaha, meliputi: Peningkatan dukungan pengembangan usaha bagi masyarakat miskin, dengan kegiatan pokok: Percepatan pelaksanaan pendaftaran tanah rumah tangga miskin; Advokasi penataan hak kepemilikan dan sertifikasi lahan petani; Penyediaan sarana dan prasarana usaha mikro; Pelatihan budaya usaha dan teknis manajemen usaha mikro; Peningkatan pelayanan koperasi dalam peningkatan usaha mikro terutama melalui Program Perempuan Keluarga Sehat Sejahtera (Perkassa); Pembinaan sentra-sentra produksi tradisional.



Strategi penanggulangan kemiskinan di Timor Leste

SEBAGAI WUJUD kesungguhan para pengambil kebijakan di negara termiskin di celah-celah dua negara raksas yakni Indonesia dan Australia, strategi penanggulangan kemiskinan di Timor Leste untuk mengurangi kemiskinan, agar masyarakat miskin segera keluar dari belengu kemiskinan, pemerintah harus sunggguh-sungguh dan bekerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan dari kalangan lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, swasta, organisasi kemasyarakatan dan melalui konsultasi publik dengan masyarakat di daerah, telah menyusun Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) (Estrategia Nasional Hamenus Kiak-ENHK).



SEJALAN dengan itu saya menawarkan satu solusi kepada Menteri Solidariedade e Sosial Domingas Maria Alves Fernandes, perlu dengan segera menyusun dan meluncurkan SNPK dan segera mengadakan Temu Nasional Penanggulangan Kemiskinan di tahun 2008, Sosialisasi SNPK, dan segera megeluarkan suatu paduan kerja tentang Deklarasi Gerakan Nasional Penanggulangan Kemiskinan (DGNPK). Atau (Deklarasaun Movimento Nasional Kombate Kiak-DMNK) sebagai keterpaduan dalam pelaksanaan pengentasan kemiskinan di Timor Leste.



PENYUSUNAN dokumen SNPK tergolong lama dan perlu melibatkan berbagai pihak yang jumlahnya relatif banyak, baik di tingkat pusat maupun distrik-distrik, serta mendapat respon dari berbagai lembaga donor. Tahap penyusunan SNPK harus dimulai dari penyusunan I-PRSP (Interim Poverty Reduction Strategy Paper) di tahun 2008, sebagai road map penyusunan SNPK. Pihak yang perlu terlibat lasnung dalam penyusunan ini adalah governu central, governu lokal, LSM nasional maupun Internasional, Parlamen Nasional, perguruan tinggi, dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan wakil masyarakat miskin.



SAAT INI secara substansial belum terjadi perubahan terhadap paradigma penanggulangan kemiskinan mengingat baru dalan konsep para pengganbil kebijakan di negara ini, mudah-mudahan para pemikir kita telah mempunyai suatu konsep dasar tentang pengentasan kemiskinan sebagai suatu “Gerakan Nasional-Movimento Nasional” yang dilakukan oleh masyarakat dengan subyek sasaran pada aspek manusianya, kelompok sasaran adalah kelompok masyarakat miskin potensial produktif dan proses pelaksanaan kegiatan dilakukan secara mandiri oleh kelompok masyarakat miskin dalam wadah kelompok masyarakat dengan menggunakan mekanisme musyawarah mufakat. Kegiatan tersebut berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung.



DI NEGARA Timor Leste merupakan suatu paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan adalah berdasarkan prinsip-prinsip adil dan merata, partisipatif, demokratis mekanisme pasar, tertib hukum, dan saling percaya yang menciptakan rasa aman. Berdasarkan prinsip-prinsip dalam paradigma baru tersebut, perlu suatu pendekatan yang digunakan dalam rangka upaya penanggulangan kemiskinan adalah pemberdayaan masyarakat yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah sebagai fasilitator dan motivator dalam pembangunan. (**)



Penulis: Alumni FISIP UNTL Espesifikasi di Bidang Public Administrasi dan Tim Penyusun planing dan Strategi Perencanaan Program Desa Tertinggal tahun 1992-1997 di Timor Timur, dan Wartawan TVTL



Lamartinho de Oliveira

No comments: